Kemitraan Microsoft baru-baru ini dengan perusahaan AI yang didukung UEA, G42, telah memicu perdebatan mengenai implikasi keamanan nasional. Perjanjian tersebut, yang mungkin melibatkan transfer teknologi dan chip AI yang canggih, telah menarik perhatian dari anggota parlemen dan pejabat AS.
Potensi Transfer Teknologi
Kesepakatan tersebut , yang diumumkan oleh Presiden Microsoft Brad Smith, dapat maju ke fase kedua yang melibatkan ekspor komponen AI penting seperti bobot model. Smith membuat pengumuman tersebut pada wawancara dengan Reuters minggu ini. Bobot ini penting untuk menentukan kekuatan dan fungsionalitas sistem AI. Namun, tidak ada batas waktu yang ditetapkan untuk fase ini.
U.S. Para pejabat telah menyatakan kekhawatiran bahwa sistem AI dapat menimbulkan risiko keamanan nasional, termasuk potensi memfasilitasi rekayasa senjata kimia, biologi, dan nuklir. Sebagai tanggapannya, pemerintahan Biden telah mengamanatkan agar pengembang sistem AI terbesar membagikan informasi mendetail kepada pemerintah.
Persetujuan Peraturan dan Perlindungan
Agar kesepakatan dapat tercapai, diperlukan persetujuan dari Departemen Perdagangan AS. Para eksekutif Microsoft telah menyatakan bahwa perjanjian tersebut mencakup perlindungan untuk melindungi teknologi mereka dan mencegah penggunaannya oleh entitas Tiongkok untuk pelatihan AI. Namun, rincian langkah-langkah ini belum diungkapkan, sehingga menyebabkan beberapa anggota parlemen mempertanyakan kecukupan langkah-langkah tersebut.
Negosiasi tertutup antara Microsoft dan G42 telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan anggota parlemen AS. Michael McCaul, ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR dari Partai Republik, telah menyuarakan keprihatinan tentang kurangnya pengarahan komprehensif dari cabang eksekutif mengenai perjanjian tersebut. Dia menekankan perlunya pagar pembatas yang kuat untuk melindungi teknologi sensitif AS dari potensi spionase Tiongkok.
Tindakan Legislatif
Saat ini, peraturan AS mewajibkan pemberitahuan dan izin ekspor untuk mengirim chip AI ke luar negeri. Namun, tidak ada batasan dalam mengekspor model AI. Sekelompok anggota parlemen bipartisan telah mengajukan undang-undang yang memberikan wewenang yang lebih eksplisit kepada pejabat AS untuk mengatur ekspor tersebut.
Microsoft telah menyatakan dukungannya terhadap kerangka hukum baru yang mengatur transfer teknologi AI. Perusahaan telah menyatakan bahwa kesepakatan dengan G42 memerlukan kepatuhan terhadap peraturan AS yang terus berkembang. Smith menekankan pentingnya memastikan bahwa teknologi Amerika dapat didistribusikan secara aman dan terjamin ke seluruh dunia.
Maksud Strategis dan Jangkauan Global
Kemitraan Microsoft-G42 bertujuan untuk memperluas teknologi AI ke wilayah di mana tidak ada perusahaan yang dapat beroperasi secara efektif sendirian. Contoh kolaborasi ini adalah proyek pusat data senilai $1 miliar yang baru-baru ini diumumkan di Kenya. Kesepakatan tersebut juga mencakup ketentuan bagi Microsoft untuk menjatuhkan sanksi keuangan pada G42 dan menegakkannya melalui pengadilan arbitrase di London, memastikan kepatuhan tanpa bergantung pada sistem hukum UEA.
Secara spesifik cara Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo akan menanganinya kesepakatan itu masih belum pasti. Smith mencatat bahwa ketentuan tersebut bersifat informal, dan keputusan pada akhirnya berada di tangan Menteri Perdagangan. Perjanjian Microsoft-G42 menggarisbawahi kompleksitas dan tantangan dalam mengatur transfer teknologi AI dalam lanskap yang berkembang pesat, dan menyoroti perlunya kerangka hukum yang kuat untuk mengatasi masalah keamanan nasional.